25 Januari 2008

KISAH-KISAH BIJAK DARI INDIA


Judul : Hikayat Kalilah & Dimnah: Fabel-Fabel Alegoris
Penulis : Baidaba
Penerjemah : Wasmukan
Penerbit : Pustaka Hidayah, Bandung
Cetakan : I, Maret 2004
Tebal : 377 halaman.

Seandainya Baidaba jadi dihukum mati oleh raja Dabsyalim, maka buku yang berisi kisah-kisah penuh kearifan ini tidak akan hadir di tangan pembaca. Beruntunglah suatu hari sang raja berubah pikiran dan menyuruh para pengawal kerajaan untuk menghadirkan kembali Baidaba di hadapan sang raja. Kemudian raja berkata: “..aku ingin dan senang bila engkau menulis kitab untukku dengan bahasa yang fasih dan baik. Engkau bisa mencurahkan seluruh pikiran dan akalmu untuk menulis suatu kitab yang secara lahir merupakan politik bagi masyarakat umum dan mendidik mereka untuk taat kepada sang raja, sedangkan bagian dalamnya merupakan akhlak para penguasa dan politik mereka terhadap rakyat yang dipimpinnya.” (hlm. 37)

Baidaba adalah salah seorang filosof India yang hidup pada abad ke- 3 M. Ia berasal dari kasta Brahmana, kasta tertinggi dalam tradisi Hindu. Sebagai seorang bijak, ia disegani, dihormati, bahkan ditakuti karena kekuatan jiwanya yang ajaib dan memancar ke dunia. Dalam hal ini, Baidaba berbeda dengan para filosof Barat yang lebih mengedepankan upaya kritisisme nalar manusia.

Jika kita telusuri lebih jauh, India termasuk salah satu negeri besar yang memiliki fabel terkenal; selama Abad Pertengahan banyak kisah-kisahnya yang masuk ke Eropa. Semangat dan kecerdasan dalam kisah-kisah itu menjadikan pokok-pokok pelajaran tersebut mudah diingat.

Cara mentransformaikan pengetahuan seperti itu memang tidak dapat dipisahkan dari bahasa sebagai media tunggalnya. Adanya metafor, kiasan dan alegori, tentu bukan hanya sebagai asesoris belaka, tetapi alat vital untuk menyampaikan makna. Fabel hanyalah salah satu dari sekian banyak cara untuk menjadikan pelajaran yang ingin disampaikan melekat dan meresap di kepala setiap orang yang membacanya. Namun, tak jarang dalam kisah-kisah tersebut terkesan lucu dan kasar yang merefleksikan hukum riba yang keras dalam kehidupan manusia.

Pada kisah Tikus dan Kucing Hutan (hlm. 273), misalnya, kita dapat mengambil pelajaran bahwa dua musuh bebuyutan sangat mungkin menjadi sekutu, jika kepentingan kedua belah pihak sama. Hampir mirip dengan kisah kartun Tom and Jerry yang sudah tak asing bagi kita. Atau, sebuah persahabatan berbalik menjadi perseteruan apabila salah satu pihak telah menodainya, seperti pada kisah Kalilah dan Dimnah yang menjadi judul buku ini.

Tentang etika berpolitik, dalam tradisi masyarakat Hindu-India terdapat ungkapan bahwa raja harus selalu menjadi subjek seperti ibu terhadap anak kandungnya. Seperti seorang ibu, yang tidak mempedulikan objek-objek paling menarik pun bagi dirinya, hanya melihat kebaikan pada anaknya, demikian juga seharusnya sang raja bersikap. Artinya, seorang penguasa (Raja) yang baik adalah penguasa yang dapat mengayomi dan melayani rakyatnya, bukan justru sebaliknya bertindak kejam, menindas, dan menyengsarakan rakyat.

Ada semacam keharusan mutlak bagi penguasa di India untuk memperhatikan nasihat para Brahmana dan orang-orang tua dalam komunitasnya; mereka dianggap sebagai suara tatanan tradisional. Meskipun begitu, tidak ada kekuasaan yang mutlak yang dapat menghentikan penguasa jika dia memilih untuk mengabaikan nasihat mereka.

Hal inilah kemudian yang melandasi Baidaba untuk meluruskan jalan sang Raja. Maka suatu hari, ia mengumpulkan para muridnya dan mengajak mereka berfikir bersama mencari alternatif yang terbaik untuk mengingatkan penyelewengan kekuasaan yang dilakukan oleh sang Raja.

Tak dapat disangkal, sebuah kearifan dapat menjadi kekuasaan jika hal itu dapat mengubah, mengendalikan dan membentuk kepribadian manusia seutuhnya. Mahatma Gandhi, misalnya, yang tidak cuma dikenal dan dimiliki oleh masyarakat India, tetapi seluruh masyarakat dunia sebab keseharian hidupnya yang asketis dan aktifitas politiknya.

Para pemikir Eropa abad ke-18 menganggap kearifan sebagai penghalau kegelapan menjadi sebab masyarakat yang sempurna, mulia dan suci. Oleh karena itu, seorang bijak tentu tidak hanya layak untuk diibaratkan sebagai ensiklopedi suara manusia, mereka bukan sekedar “kamus” kebijakan yang bisa bergerak.

Buku Baidaba yang berjudul Hikayat Kalilah dan Dimnah: Fabel-Fabel Alegoris dan disusun dalam lima belas bab ini merupakan salah satu buku yang berisi nasihat-nasihat bijak yang dikemas dalam cerita-cerita binatang bagi para penguasa pada umumnya. Di dalamnya tidak hanya menyinggung persoalan etika berpolitik. Bagi kaum awam, buku ini juga menyingkap bagaimana idealnya sebuah persahabatan yang sejati dan menjalani hidup mulia.

Fabel Alegoris yang ditulis oleh Bidaba ini menjadi sumber kekayaan spiritual dan kearifan yang unik dan tiada habis-habisnya. Penuturan kisah-kisah di dalamnya yang sastrais telah menunjukkan betapa tradisi kesusastraan India memang layak diperhitungkan. Kisah-kisah dalam buku ini merupakan salah satu contoh khas dari melimpah-ruahnya fabel India tentang kearifan berpolitik, bersahabat, dan masih banyak lagi falsafah kehidupan manusia tentang kebenaran hakiki.

__________________
tulisan ini adalah tulisan bersejarah buatku

Tidak ada komentar: